top of page

BREWOK DAN TULING

Terjadi perbincangan waktu itu antara Brewok dengan Tuling, dua sahabat senasib yang menghabiskan waktunya di kebun samping Rumah Pak Tuwir untuk bertukar air ludah dalam sebatang rokok serta segelas kopi.

“Aku sudah bosan selalu berbagi rokok denganmu!” kata Brewok.

“Ah kau ini, sudahlah” Tuling menimpali sesaat sebelumnya menyeruput kopi hitam yang entah sudah berapa kali ditambah air panas dan agaknya tak lagi bisa dibilang sebagai kopi hitam.

Brewok lantas menggantikan dirinya untuk menyeruput kopi.

“Kita sudah mencoba untuk mencari pekerjaan, namun kau tahulah mereka tak pernah sekalipun menerima kita untuk bekerja”. Tuling melanjutkan kata-katanya dengan suara yang sedikit melemah.

“Bukankah kita harusnya bisa bekerja di sana?” Brewok menunjuk ke arah yang sangat jauh dan Tuling kembali mengingat kejadian malam itu.

“Bukan hanya bekerja, kita bisa sekaligus tidur di sana jika kita mau, harusnya.” Brewok kembali berharap mengenang kejadian malam itu.

________________________________________

Mereka memang sudah pernah mendatangi tanah lapang itu. Tanah lapang yang dikelilingi dengan umbul-umbul warna merah yang sangat menyala. Mereka datang ke tanah lapang itu ketika hari tangah malam dan aktivitas proyek apartemen sedang tidak berjalan. Dengan langkah yang tegap mereka menemui penjaga proyek bertubuh kecil dan kurus.

“Mau kemana kau pemuda?” Gertak penjaga proyek.

“Bisakah aku dan sahabatku ini bekerja di tanah lapang Pak?” Tuling memberanikan diri bertanya.

“Tak ada tempat untuk pemuda malas seperti kalian” Jawab penjaga proyek.

“Coba saja kalian pergi ke tengah laut, ikan pun menolak untuk kau tangkap” lanjut penjaga proyek dengan asap rokok ikut keluar dari hidungnya.

Percakapan kedua pemuda dengan penjaga proyek berakhir ketika penjaga proyek tersungkur dan merelakan roh keluar dari jasadnya. Mati

________________________________________

“Andai saja waktu itu kau tak gegabah Wok, setidaknya kita punya uang untuk menyewa pelacur di bawah jembatan. Membeli arak dan tak selalu disini menyeruput kopi”

“Sudahlah, salah penjaga itu kenapa dia lengah malam itu” Brewok mengelak.

Kedua pemuda ini memang dikenal sebagai “Pemuda Jahat”, sebetulnya mereka tidak jahat, hanya saja penduduk di kampung Pak Tuwir melabeli mereka dengan sebutan “Pemuda Jahat” begitu saja tanpa bukti. Tidak ada yang tau dari mana mereka berasal. Tiba-tiba saja mereka terlihat sedang merokok di samping rumah Pak Tuwir dan agaknya memang  hanya Pak Tuwir saja yang peduli kepada mereka dengan selalu memberi mereka Kopi dan Rokok, Segelas dan 6 batang setiap harinya. Tentunya dengan setermos air panas.

Brewok dan Tuling adalah dua sahabat yang kabur dari kampungnya. Mereka kabur sesaat setelah penjaga proyek tersungkur di depan mata mereka. Tersungkur dengan kepala belakang penuh darah terkena hantaman batu besar seukuran kepala. Tubuh kecil penjaga proyek ditemukan tergeletak saat pagi tiba dan tak ada yang tau siapa pembunuhnya, yang mereka tau Brewok dan Tuling tak pernah terlihat lagi batang hidungnya di kampung sejak hari itu. Hilang.

Sudah 1 Tahun Brewok dan Tuling kabur, mereka tak pernah mendengar suara Pak Tuwir. Yang mereka tau hanyalah Pak Tuwir orang baik yang dengan senang hati memberi mereka segelas Kopi dan 6 batang rokok setiap harinya. Mereka juga tidak pernah melihat anak atau istri Pak Tuwir. Mereka pernah coba bertanya kepada Pak Tuwir, namun sama sekali Pak Tuwir tak bergeming dalam kediamannya, seperti biasa.

Sampai tiba hari ini. Hari dimana hingga siang hari Pak Tuwir tak keluar dari rumah untuk membawakan Brewok dan Tuling segelas Kopi panas dan 6 batang rokok layaknya kemarin-kemarin. Brewok dan Tuling masih duduk di kardus alas mereka tidur dan saling bertanya kemanakah Pak Tuwir.

“Lupakah ia kepada kita?” Pikir Brewok dalam diamnya.

Kemudian yang terjadi adalah Tuling beranjak dari duduknya dan mencoba untuk masuk ke rumah Pak Tuwir. Entah apa yang ada di dalam benaknya. Ia beranggapan jika Pak Tuwir pasti ada di dalam rumah. Brewok yang sedang bingung lantas bangun dan menyusul di belakangnya.

“Siall, terkunci!” Umpat Tuling.

Tuling lantas meminta Brewok untuk mendobrak pintu rumah Pak Tuwir. Sesaat kemudian pintu Rumah telah rusak, Brewok dan Tuling bergegas masuk dan mendapati rumah dalam keadaan gelap. Ini adalah kali pertama Brewok dan Tuling masuk kedalam rumah Pak Tuwir. Segera Brewok mencari saklar lampu dan lampu rumah kini menyala. Betapa kagetnya Brewok dan Tuling demi melihat Pak Tuwir menggantung di langit-langit rumah dengan leher menjulur dan tali mengikat mesra lehernya. Brewok dan Tuling terduduk lemas dalam diam tak mengerti apa yang sebenarnya tengah melanda Pak Tuwir hingga ia merelakan dirinya membunuh diri sendiri.

Lama Brewok dan Tuling memikirkan dugaan-dugaan dalam diamnya, memikirkan bagaimana bisa ini terjadi hingga akhirnya Tuling melihat sebuah Foto keluarga menempel di sudut rumah Pak Tuwir. Di foto tersebut terlihat seorang Perempuan cantik dan Pak Tuwir yang keduanya sedang merangkul anak Laki-laki bertubuh kurus. Lemas sudah kini tulang Tuling, serasa lolos dari badannya. Tersungkur.

___________________________________________

Hari itu, tepat 1 tahun yang lalu Pak Tuwir dan Istrinya mendapatkan kabar jika anak lelakinya ditemukan meninggal dengan luka hantaman batu sebesar kepala di kepalanya. Demi mendengar kabar tersebut istri pak Tuwir kemudian menjadi pendiam hingga keesokan harinya Pak Tuwir menemukan istrinya mati menggantung. Bunuh diri.

Tepat disaat Pak Tuwir mendengar anaknya mati terbunuh ia segera ke kampung dimana anaknya ditemukan . Pak Tuwirlah yang membawa anaknya untuk bekerja di sana. Ia bertanya hampir ke semua warga di kampung tersebut siapakah yang membunuh anaknya dan ia tak mendapatkan jawabnya. Hanya satu yang ia temukan, dua pemuda menghilang.

Ciputat, 08 November 2017

Agung Wijaksono

kupusara.wixsite.com/agungwijaksono


Featured Review
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Tag Cloud
No tags yet.
bottom of page