GENERASI MERUNDUK
- Agung Wijaksono (KupuSara)
- Aug 13, 2017
- 3 min read
Kemajuan teknologi telah merubah tatanan hidup masyarakat dalam kesehariannya, juga telah membuat manusia merubah pola interaksi dalam hidupnya. Perubahan zaman memang sudah menjadi kodrat dan tidak akan bisa dihalangi oleh apapun juga. Perubahan akan selalu muncul dan hanya peubahan itu sendiri yang pasti tidak akan berubah. Namun, di tengah cepat dan dinamisnya kehidupan manusia zaman ini muncul banyak persoalan yang justru telah mengurangi kualitas (yang seharusnya) hidup manusia.
Saya teringat zaman dimana saya dahulu bermain dengan hujan di tanah lapang, bermain bola dengan teriknya guyuran matahari. Zaman dimana pola interaksi yang saya lakukan terjadi tidak hanya di dalam rumah bersama keluarga tercinta, namun juga di luar rumah dengan tetangga dan teman sebaya. Zaman dimana budaya dan pola interaksi masyarakat sangat kental serta kehidupan bermasyarakat berlangsung dengan sebagaimana mestinya. Tua muda berkomunikasi, tua menasihati muda, muda mendengarkan tua, muda menghormati tua, tua mengasihi muda. Begitulah adanya dan memang begitulah seharusnya (pola) yang dijalankan. Namun, kemudian yang terjadi adalah pola tersebut mulai memudar dan sedikit demi sedikit hilang dalam pola dan hubungan masyarakat kita. Digantikan oleh “individualisme” kemajuan dan kemodernan.
Banyak yang bisa kita telaah dan perlu kita sesali bahwa kemajuan teknologi dan kemodernan zaman justru membuat pola pikir dan hubungan masyarakat mengalami kemunduran. Seakan menjadi paradoks jika sekarang yang terjadi adalah manusia memajukan kakinya dengan cara memundurkan kepalanya. Hal ini bisa kita pertentangkan namun bisa juga kita benarkan bahwa memang manusia maju dalam segala hal kecuali dalam hal“sosialisme”nya.
Dari segala kemajuan yang telah manusia capai, mari kita hanya membahas satu saja yaitu hadirnya “Handphone” dalam genggaman tangan kita. Betapa hebatnya handphone mampu merubah masyarakat kita dalam kesehariannya. Betapa saktinya handphone mampu membuat kita terlena olehnya. Hadirnya handphone dengan segala kecanggihan yang dimilikinya mau tidak mau memang harus diterima karena memudahkan kita dalam berkomunikasi jarak jauh dan membuat luasnya bumi menjadi tidak terasa berkat kehadirannya. Namun disatu sisi kita juga harus menyoroti betapa handphone telah mencengkram kita ke dalam kehidupan fana nan penuh kebohongan dalam prosesnya. Handphone sudah menjadi pegangan wajib tangan kita dan pemandangan wajib yang harus kita nikmati saat terbangun di pagi hari. Handphone telah mengambil segaian besar waktu dalam keseharian kita tanpa kita sadari dan tanpa kita sesali.
Sungguh menjadi ironi, handphone yang sejatinya menjadi alat bagi kita justru malah memperalat kita sehingga kita menjadi ketergantungan dengannya. Bisa dibayangkan jika dalam sehari saja kita tidak memegang handphone, hampa dan sepi rasanya. Bahkan satu jam saja kita tidak memegang handphone rasanya kita telah kehilangan seluruh informasi apa yang terjadi di sekitar kita. Aneh memang, kita menjadi sangat ketergantungan dan kecanduan dengan handphone. Handphone sungguh telah menjadikan kita sebagai budaknya.
Beberapa waktu yang lalu saat bulan Ramadhan tiba, saya dan mungkin anda semua sering mengadakan kegiatan rutin yaitu buka puasa bersama ataupun reunion dengan teman lama atau teman kantor. Namun lihatlah ketika sedang dalam acara bukber atau reunion tersebut. Bukan obrolan santai nan seru yang terjadi, justru masing-masing sibuk merunduk menatap layar handphonenya. Ambil contoh lain ketika kita sedang dalam rumah, berapa sering kita menanggalkan handphone kita untuk sharing dengan ibu, bapak, anak, kakak, adik kita sambil makan malam bersama. Rasanya sudah sangat lama kita tidak bersosialisasi dengan sekitar kita di luar handphone kita. Rasanya memang penglihatan kita sudah di butakan untuk melihat sekitar. Rasanya pendengaran kita sudah ditulikan dan perasaan kita sudah dihilangkan dari dalam diri kita.
Akhirnya ini menjadi renungan bagi kita semua karena bukan seharusnya kita diberdaya oleh handphone. Kita yang harusnya memberdayakan handphone untuk justru menjadi alat pemersatu kita bukan alat pemecah kita dalam bermasyarakat. Selalu harus kita ingat jika kita bukanlah “GENERASI MERUNDUK”. Generasi yang merundukan pandangannya dari keadaan sekitar, generasi yang merundukkan kepalanya demi sebuah “pengakuan” dalam dunia fana dunia media sosial.
Agung Wijaksono (KupuSara)
Ciputat, 13 Agustus 2017
Comments