MEMPERINGATI HARI BUKU NASIONAL 17 MEI 2017
- Agung Wijaksono (KupuSara)
- May 17, 2017
- 3 min read
Masihkau kau ingat padaku ….
Aku yang kau lipat seenaknya …
Kau buka lipatanku keesokan harinya …
Masihkau kau peduli padaku …
Aku yang kau corat-coret seenaknya …
Kau lihat corat-coretmu keesokan harinya …
Aku tak pernah berubah …
Aku bahkan tak pernah mencoba berubah …
Namun kau, perlakuanmu yang berubah …
Aku kini hanyalah penghias kamarmu …
Aku kini hanyalah penghias rumahmu …
Aku kini lusuh berdebu dan tak diindahkan olehmu …
Aku Bukumu, Yang terlupakan Olehmu …
Hari ini, 17 Mei 2017 Indonesia memperingati Hari Buku Nasional. Dalam sejarahnya, ditetapkannnya 17 Mei sebagai hari buku nasional baru ditetapkan pada tahun 2002 dan berpijak dari didirikannya perpustakaan Negara republik Indonesia pada 17 Mei 1980 Silam. Hari buku nasional adalah usaha pemerintah dalam meningkatkan budaya membaca buku masyarakat dan sebagai cara untuk meningkatkan penjualan buku di Indonesia.
Banyak yang belum mengetahui jika di Indonesia ada hari Buku Nasional. Jelas karena memang masyarakat Indonesia belum terbiasa untuk membaca buku dalam kesehariannya. Membuka buku adalah hal jarang dilakukan, apalagi untuk membaca buku, teramat sulit.
Sebagai Negara yang dianggap sebagai Negara berkembang, sangat sulit nampaknya Indonesia beranjak dari status berkembang menjadi status maju jika tingkat membaca masyarakatnya masih sangat rendah. Dilansir dari Kompas.com (29 Agustus 2016) Kondisi minat baca bangsa Indonesia memang cukup memprihatinkan. Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.
Rendahya minat membaca masyarakat Indonesia disebabkan karena beberapa faktor, dua yang paling utama adalah belum terbentuknya budaya membaca dalam masyarakat, belum meratanya dan belum bisa memanfaatkan infrastrukutur.
Budaya membaca tidak akan terbentuk jika kita tidak terbiasa dan membiasakan diri untuk membaca sedari dini atau kecil. Satu yang sangat wajib untuk disoroti adalah kurangnya pemanfaatan perpustakan di desa atau di sekolah – sekolah. Kita bisa pastikan jika dalam satu sekolah pasti ada perpustakaan, baik dalam skala besar ataupun skala kecil. Namun pemanfaataanya yang harus kita pertanyakan. Pernahkah guru membuat program perpustakaan dan mengaplikasikannya dalam kegiatan sekolah. Pernahkah siswa diajak oleh guru untuk membaca buku di perpustakaan. Pernahkah kita belajar dan berimajinasi di perpustakaan?.
Perpustakaan, utamanya adalah tempat kita berimajinasi melalui buku. Membuka jendela wawasan dalam melihat dunia melalui buku bacaan. Sangat banyak perpustakaan kita jumpai baik di desa, kota, sekolah, kampus, dll. Tempatnya sudah ada, tinggal kita manfaatkan perpustakaan agar benar-benar sesuai dengan fungsinya. Ini adalah tugas kita yang mengaku sebagai mahasiswa. Yang mengaku sebagai agent of change ata agen perubahan. Mampukah kita sebagai kelompok terdidik menjadikan masyarakat kita berbudaya membaca sehingga tujuan Negara kita untuk menncerdaskan kehidupan bangsa bisa tercapai.
Banyak yang bisa kita perbuat untuk Negara kita, sebagai mahasiswa kita pasti peka dengan kondisi masyarakat kita. Kurangnya minat dan budaya membaca tentulah kita sudah pahami dan kita tergerak untuk mengubahnya, setidaknya mencoba untuk mengubahnya. Melalui program KKN kita bisa meningkatkan minat baca anak-anak dengan mendirikan taman baca, menyumbangkan buku-buku yang bisa menambah wawasan anak-anak di tempat kita KKN serta mengadakan baca buku bersama dan berdiskusi bersama setelahnya.
Dari semua permasalahan di Indonesia terkait kurangnya minat dan budaya membaca masyarakat Indonesia adalah karena kemajuan zaman itu sendiri sesungguhnya. Bagaimana kemajuan zaman membuat kita asyik bermain dengan teknologi dan melupakan kebutuhan alam pikiran kita, terutama nutrisi otak kita melalui mambaca. Bisa kita lihat anak-anak di desa sekarang lebih asyik bermain handphone, bermain dan bercengkrama di media sosial, menonton televisi. Di kota, anak-anak bermain game di warnet atau laptop, bermain di media sosial. Atau yang paling kentara adalah mahasiswa kita yang saat ini telah meninggalkan buku dengan adanya internet yang memudahkan mereka dalam melakukan teknologi “Copy Paste “. Memudahkan mereka dalam membuat makalah dan mengerjakan tugas yang dibebankan oleh dosen kepadanya.
Namun, dengan telah makin banyaknya kegiatan-kegiatan taman baca di masyarakat, program perpustakaan keliling, program buku murah, dll semoga akan mempermudah masyarakat dalam usahanya untuk meningkatkan budaya membaca. Pada akhirnya semua akan bermuara pada diri kita sendiri, butuhkah kita membaca buku? Itu yang harus kita jawab sendiri. Karena saya selaku penulis sangat setuju jika kita layak disandingkan dengan binatang jika kita tak terbiasa untuk berpikir. Manusia tanpa berpikir adalah binatang yang memakai pakaian maka perbanyaklah membaca. Karena membaca, kita akan mengerti arti dari aksara yang tersusun lewat kata. Mengerti jika aksara bisa meruntuhkan atau melestarikan kehidupan. Kemudian menulislah, karena dengan menulis kita akan mencapai sebuah keabadian (Gadis Jepara).
Ciputat, 17 Mei 2017
Agung Wijaksono
kupusara.wixsite.com/agungwijaksono
Comments