Kemacetan Yang Menghilangkan kesabaran Ataukah Ketidaksabaran Yang Menjadikan Kemacetan
- Agung Wijaksono
- Nov 25, 2016
- 3 min read

Kebebasan adalah hak asasi bagi seluruh manusia di bumi tanpa terkecuali, namun kebebasan ini tidak berarti bebas secara membabi-buta, kebebasan manusia diatur agar tetap dalam koridor kewajaran tanpa melanggar atau menghilangkan kebebasan manusia lainnya. Manusia bebas berbuat selama apa yang diperbuat tidak mengganggu ketertiban umum dan tidak melanggar hokum yang telah disepakati dan ditetapkan.
Jakarta, Ibukota yang selalu memberikan kita pengharapan di dalamnya dan tak pernah sepi dari kehidupan masyarakatnya. Jakarta saat ini adalah Jakarta yang tak pernah lupa untuk mengakrabi masyarakat dengan wajahnya yang gahar, wajahnya yang seram.
Salah satu wajah seram Jakarta adalah kemacetannya. Bagaimana tidak? Rasanya sangat jarang kita temui jalanan di Jakarta yang lancar tanpa ada antrian kendaraan di dalamnya. Kemacetan ini sungguh menjadi hal yang biasa dan bisa saja menjadi adat istiadat atau tradisi jalanan Jakarta. Tradisi yang tidak mengenakkan untuk didengar mungkin, tapi memang begitu adanya. Berada dalam kemacetan adalah hal atau kegiatan wajib bagi masyarakat Jakarta yang keluar rumah, bahkan jika dia berjalan kaki sekalipun.
Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016, Pertumbuhan kendaraan motor dalam lima tahun terakhir mencapai 8,75 % per tahunnya. Sementara panjang jalanan di Jakarta menurut Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta tidak mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun 2012-2015. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor terutama sepeda motor dan mobil pribadi memang tidak bisa dipungkiri, dengan semakin meningkatnya daya beli masyarakat diiringi dengan semakin banyaknya produsen kendaraan bermotor yang masuk ke Indonesia membuat kendaraan adalah barang yang sangat mudah dimiliki sekarang ini. Menurut data tersebut, sungguh kemacetan adalah hal yang sangat mudah dan sangat tidak mungkin rasanya untuk dihilangkan dari jalanan Jakarta jika tidak segera dicari solusi sesegera mungkin selain solusi-solusi yang sedang dijalankan sekarang.
Namun dalam pandangan penulis, pertumbuhan kendaraan bermotor bukanlah faktor utama yang menyebabkan kemacetan Jakarta saat ini. Factor utama adalah “KEEGOISAN” dalam “KETIDAKSABARAN” bermasyarakat.
Ketidaksabaran inilah yang menyebabkan banyak sekali tersendatnya alur kendaraan di jalanan Jakarta, contoh paling nyata kita bisa lihat di perlintasan kereta api. Menjadi sebuah keharusan jika ditempat itulah kemacetan terjadi. Lihat juga bagaimana kemacetan terjadi hampir di setiap pertigaan. Lihat gambar di atas artikel ini!
Kemacetan tersebut terjadi karena ketidaksabaran dan keegoisan pengguna jalan. Mereka menggunakan lajur arah sebaliknya sehingga dari dua arah bertemu dan tidak ada yang mau mengalah sehingga kemacetan terjadi. Rasanya mereka sangat takut
jika waktu mereka hilang untuk tidak menyerobot jalur lain, bahkan jika hanya 1 menit saja. Rasanya mereka akan kehilangan banyak sekali rezeki jika mereka terhambat di jalanan selama 1 menit lamanya. Hal ini menjadi satu contoh saja bagaimana sebenarnya keegoisan kita dan ketidaksabaran kita sebenarnya yang membuat kemacetan jalanan.
Menjadi renungan bagi kita tentunya sebagai pengguna jalan Jakarta. Apakah kita menjadi tidak sabar dan egois karena kemacetan terjadi? Ataukah memang kitanya yang tidak sabaran dan kitanya yang sangat egois sehingga menyebabkan kemacetan Jakarta ini. Kita perlu untuk menegaskan kepada diri kita sendiri jika semua pengguna jalan seperti kita memang ingin cepat sampai ke tujuan, tetapi alangkah lebih baik jika di jalanan kita bersabar dan tidak perlu untuk tergesa-gesa sampai tidak mematuhi rambu jalan sehingga menyebabkan antrian bahkan kemacetan jalan.
Kita memang harus ingat dengan slogan jika “Times is Money” , tetapi itu adalah slogan barat yang saya rasa tidak tetap diterapkan untuk masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Kita sebagai umat musim harus yakin jika memang benar bahwa menyianyiakan waktu adalah sebuah kerugian dan tidak menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya memang sebuah kebodohan. Waktu yang diberikan oleh Allah SWT adalah untuk kita beribadah, dan mencari rezeki adalah termasuk salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah SWT. Jadi tidak seharusnya kita mengutamakan mencari rezeki dengan tidak mengindahkan etika ketika di jalanan. Keegoisan dan ketidaksabaran di jalanan adalah bentuk dari kurangnya keimanan kita kepada Allah SWT, bagaimana bisa kita dikatakan beriman jika di jalanan kita melalaiakan hak-hak pengguna jalan lain, bahkan mengambil hak orang lain.
Maka dari itu, marilah kita mulai untuk tidak menyerobot lampu merah, tidak mengambil lajur berlawanan, tidak mengambil hak pejalan kaki, dsb untuk kebaikan bersama. Karena kehidupan kita menjadi sia-sia jika hanya untuk mencari kekayaan pribadi tanpa kepedulian terhadap sesama. Terima kasih.
Ciputat, 25 November 2016.
Comments